0

Detektif Partikelir Haryo - Tewasnya Janda Kaya

Posted by Maddy Pertiwi on 9:18 PM in ,
*Atas seijin temen gw bernama Haryo, gw ingin share salah satu masterpiece dia dari FB kesini. Kalo loe semua suka sama kuis tebak kasus di Majalah Intisari, ini kurang lebih seperti itu hehehe. Jadi, apakah kalian bisa menebak akhir kasus ini??? Selamat menebak!!!
-------------------------------------------------------------------



Minggu, 07.10 - Bilangan Meruya, Jakarta Capitol City
Telepon di ruang kerjaku tiba-tiba berdering. Seorang lelaki bernama Asbun, asisten pribadi Ny. Richele Coquette memintaku untuk datang ke TKP untuk menyidik penyebab kematian majikannya. Ny. Coquette adalah janda multijutawan pemilik perkebunan kelapa sawit. Aku tahu sedikit tentang Ny. Coquette dari pemberitaan di media. Ia adalah wanita ambisius, janda kaya dari almarhum Joedi Surbakti seorang pemimpin kartel sawit. Ny. Coquette pernah menjadi tertuduh dalam kasus penyuapan Jaksa, terkait Hak Pengolahan Hutan pada perkebunan sawit yang kini dikelolanya di Kalimantan. Wanita berdarah Inggris ini memperoleh naturalisasi setelah menikah dengan Joedi,

Sebenarnya aku cukup malas untuk meninggalkan rumah yang sekaligus menjadi kantorku. Apalagi di pagi sedingin ini. Namun demi uang, aku dan asistenku Ndit segera bergegas menuju TKP di kawasan Marina Sugih Boulevard, bagian utara Jakarta. Mobil niaga seumur remaja yang semua bagiannya berisik kecuali klakson, terseok-seok menembus hujan badai yang turun sejak pagi-pagi buta. Akupun sempat khawatir kami tidak bisa sampai tepat waktu karena banjir mulai menggenangi beberapa ruas jalan.


Minggu, 07.50 - Kompleks Marina Sugih Boulevard, Jakarta Capitol City
"Anda yang menelepon kami?" tanyaku pada pria berdasi yang menyambut kami di bawah pergola garasi.

"Betul, Pak. Saya Asbun Rajasabun", jawabnya seraya menyalami kami berdua.

Ndit dengan sigap menyambut jabat tangan tersebut. Sementara aku masih menggeliatkan badan karena pegal setelah menyetir cukup jauh. Bajuku jadi kotor terkena noda debu yang lembab, karena menyandarkan badan pada sedan hitam yang juga parkir di situ. "Maaf mobil saya mengotori baju Anda. Berhari-hari tidak dicuci. Mari masuk", kata Asbun sambil mengajak kami memasuki rumah. Kami pun diajak langsung menuju ruang makan melalui dapur.

Rumah mewah ini nampak lengang seperti tidak baru mengalami kejadian pembunuhan. Ketika sampai di ruang makan, aku dan Ndit cukup tersentak karena menemukan Ny. Coquette sedang duduk tertelungkup di meja makan.

"Saya telepon ambulans!" sontak Ndit berinisiatif ketika melihat Ny. Coquette. Kami memang biasa datang bersama tim koroner untuk menyidik kematian yang telah terjadi, bukan yang masih fresh seperti ini. Akupun mengeluarkan sarung tangan dan memeriksa nadi Ny. Coquette.

"Tidak usah! Sudah terlambat," jawabku segera.

Setelah aku dekati, aku melihat adanya lubang akibat luka tembak di dadanya. Peluru tersebut menembus tubuh kurus Ny. Coquette. Ada cipratan darah dan lubang proyektil menancap di busa sandaran kursi. Proyektil tidak menembus kursi lantaran bagian belakang kursi terbuat dari logam alloy berkualitas tinggi. Karena tidak ingin merusak TKP, aku memutuskan untuk tidak mengeluarkan proyektil dari lubang dan hanya mengukur diameter lubang dengan jangka sorong. Ndit pun segera melakukan pemeriksaan di ruangan itu. Ada yang aneh dengan jenazah Ny. Coquette. Mulutnya mengeluarkan sedikit cairan yang menetes hingga ke lantai.

"Tidak ada lubang bekas tembakan lainnya. Juga tidak ada selongsong, Yo" lapor Ndit padaku.

"Hmm... tembakan jarak pendek dengan revolver kaliber 38," gumamku sambil melihat angka di jangka sorong dalam analisis balistik singkat.

"Mengapa tidak lekas panggil polisi!" tanya Ndit sambil mengangkat gagang telepon di atas bufet.

"M..m..maaf, tolong usahakan agar jangan sampai tersiar luar," Asbun menyela

"Memangnya ada apa?" akupun tergelitik dengan gerak-gerik Asbun.

"Ehh...anu s..s..saya tak ingin kematian Nyonya menjadi berita ramai. Tak baik buat saham perusahaan. Apalagi kematiannya tragis seperti ini.." jawab Asbun terbata-bata.

"Mengapa Anda malah panggil kami lebih dahulu dari pada polisi," tanyaku balik.

"Saya tahu Anda dari teman Nyonya, Ibu Sarah McKenzie. Dan... Saya ingin mendapatkan penyelidikan yang privat atas kematian Nyonya," tambahnya.

"Tetap saja harus lapor polisi" seloroh Ndit.

"Saya sudah telepon Deva, Yo. Dia dan tim sedang akan segera meluncur ke sini,"
Kombes Ardeva adalah sahabat kami di kepolisian. Kami kerap menyelidiki berbagai kasus bersama-sama.

Aku dan Ndit pun mengamati ruangan dengan seksama sekali lagi, memeriksa mayat Ny. Richele Coquette, menulis catatan dan mengambil foto TKP. Tak ada tanda bekas perampokan.

"Kok, justru Anda yang menemukan korban. Apa tidak ada orang lain dirumah sebegini besar?" tanya Ndit memulai pembahasan.

"Sejak Bapak meninggal, Ibu tidak punya pengurus rumah yang tetap. Mereka memang digaji besar, tapi datang pagi dan pulang pada sore harinya," kata Asbun.

"Saya tidak melihat adanya satpam sedari tadi?" tanyaku sambil memperhatikan sekeliling rumah.

"Ibu memang tidak memperkerjakan Satpam, karena perumahan ini sudah memiliki satpam yang berjaga 24 jam" jawab Asbun seraya membereskan panci di atas kompor.

"Siapa yang habis memasak?"

"Sepertinya Nyonya, mungkin Ia lapar dan membuat sarapan sendiri karena pengurus rumah belum datang,"

Nampak di panci ada sisa masakan semacam kare atau rendang. Di tempat sampah dapur terdapat bungkus kare instan, yang cukup dihangatkan selama 5 menit.

"Coba Anda ceritakan kejadian pagi ini," akupun memulai sketsa peristiwa.

"Saya justru tak curiga sama sekali. Seperti biasa, saya tadi datang jam tujuh kurang. Biasanya setelah parkir, saya periksa ruang kerja sebentar lalu ke dapur untuk bikin kopi. Ibu jarang bangun sepagi ini. Saya kaget, tadi Ibu ada di ruang makan dalam keadaan..." ucapan Asbun tak berlanjut.

"Anda sempat mendengar semacam bunyi letusan?" tanyaku kembali.

"Rasanya tak dengar. Jika pun ada suara letusan, hujan begitu lebat malah disertai deru angin dan suara guntur segala," jawab Asbun.

Sambil berpayungan aku berkeliling di sekitar halaman rumah mengamati dengan seksama. Tidak ada bekas yang mencurigakan di jendela rumah. Semuanya tertutup dengan rapi. Hujan masih turun dengan deras. Nampaknya payung yang aku ambil dari garasi sudah berlubang di sana-sini. Akupun kembali ke dalam rumah.

"Hmmm... harta Nyonya Richele Coquette pasti sangat melimpah ya," gumam asistenku sambil mengamati lukisan antik yang terpampang di dinding ruangan. "Anda sudah menghubungi keluarganya?" Ndit bertanya.

"Belum, Pak. Setahu saya saudara Ibu cuma satu, tinggal di New Jersey. Sedangkan Ia dan Bapak tidak punya anak. Yang ada di kota ini cuma saudara Bapak. Sebentar, saya cari catatan telepon mereka."

"Ya, sebaiknya segera kabari mereka, dan jangan ke mana-mana setelahnya," kataku sambil menunjukkan Heckler and Koch di balik overcoat.

"Apa maksud Detektif?"

"Anda menuduh saya?!" hardik Asbun.

Seketika itu juga Kombes Ardeva dan timnya merangsek ke dalam ruangan. Suasana kembali terkendali.


Minggu, 09.20 - Kompleks Marina Sugih Boulevard, Jakarta Capitol City
Dari hasil penyidikan tim koroner kepolisian, diperkirakan waktu kematian Ny.Coquette sekitar 3 jam yang lalu. Di tubuh Ny. Coquette memang ditemukan sisa reaksi asap mesiu. Namun tidak di tubuh dan pakaian yang dikenakan oleh Asbun.

"Apa saya bilang. Seperti kata saya sebelumnya bahwa saya datang seperti biasa pukul 7 kurang. Sedangkan Nyonya dibunuh sekitar pukul 6. Bagaimana mungkin saya pelakunya!" sergah Asbun begitu mendengar pembicaraan saya dengan Kombes Ardeva mengenai perkiraan waktu kematian.

"Apakah Anda mempunyai alibi?" tanyaku dan Kombes Ardeva berbarengan.

"Memang tidak ada. Tapi bukan berarti saya pelakunya kan!" nada Asbun semakin meninggi.

"Saya tetap berpendirian jika Bapak Asbun ini adalah pelakunya. Silahkan diangkut, Pak" aku meyakinkan Kombes Ardeva.

"Mana buktinya!" Asbun kembali menghardik.

CASE OBJECTIVE:

Detektif bersikukuh untuk menjadikan Asbun sebagai tersangka pembunuhan.
  • Apa sebabnya?
  • dan bagaimana cara Asbun membunuhnya?

  • Cluewords:
    tertelungkup, cairan di mulut, kare instant, luka tembak, payung, debu

    Ada hadiah menarik bagi Anda-anda yang mampu menjawab Case Objective


    PS. Haryo akan ngasih jawabannya beberapa hari lagi. Pasti gw kabarin dah hehehe

    0 Comments

    Copyright © 2009 Maddy's Place All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.